Adalah sebuah
keluarga yang memiliki seorang anak kecil yang manis, lucu dan pandai. Di
usianya yang masih balita, anak ini sangat aktif selayaknya anak kecil seusianya.
Pada suatu hari, keluarga ini membeli sebuah mobil baru dengan kredit. Sang
anak yang sedang senang menggambar sering mencoret-coret tembok-tembok rumah yang dilewatinya.
Pada saat rumah
sepi, orang tuanya bekerja dan pembantu sedang mengerjakan sesuatu, anak itu menemukan
sebuah paku dan mulai berpikir untuk menggambar sesuatu. Tanpa banyak pertimbangan,
dengan lugunya dia mencoretkan paku di mobil ayahnya. Tentu saja dengan lukisan indah yang dia bisa lakukan.
Ketika orang
tuanya pulang, sesuatu yang bisa ditebak terjadi. Sang ayah sangat marah dan
memukul tangan anak tersebut dengan rotan. Tangan kiri yang tidak berbuat pun
terpaksa kena imbasnya. Hari berikutnya, sang pembantu melaporkan kalau anak
itu mengalami demam tinggi. Namun, sang ayah tidak memedulikan ucapan itu dan menyuruh untuk hanya memberikan obat penurun panas.
Setelah beberapa
hari, kondisi sang anak semakin parah. Baru setelah itu mereka membawanya ke
rumah sakit. Betapa terkejutnya mereka saat melihat luka memar di kedua tangan sang
anak ternyata sudah membusuk. Satu-satunya jalan yang bisa dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa sang anak adalah dengan mengamputasi kedua tangannya. Tidak
terbayangkan betapa menyesal sang ayah. Sang ayah mulai mendengar permintaan buah
hatinya itu, “Yah..Adek janji tidak akan nakal lagi. Adek janji tidak akan mencoret
mobil ayah lagi, tapi tolong kembalikan kedua tangan Adek!”
Kisah ini mengingatkan
kita tentang sebuah aturan 24 jam yang harus kita patuhi. Sebelum penyesalan datangnya
terlambat, kita harus benar-benar mematuhi aturan ini agar kita tidak menahan amarah
yang berlarut-larut (Efesus 4: 26-27). Ayat ini mengingatkan kita agar apapun yang
sedang kita hadapi, hendaknya disikapi dengan tenang dan sabar, agar kita tidak
dikuasai amarah yang berlarut-larut dan mengakibatkan penyesalan yang tak
berujung.